Siber24jam.com – Dalam budaya Sunda, istilah pundung sering digunakan untuk menggambarkan perasaan tersinggung, merajuk, atau kecewa terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan seseorang. Namun, lebih dari sekadar sikap merajuk, pundung memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan dinamika sosial, hubungan antarindividu, serta cara masyarakat Sunda memahami dan mengelola emosi mereka.
Menurut Asep seorang ahli bahasa dan budaya Sunda, pundung bukan sekadar bentuk ekspresi kekecewaan, tetapi juga mekanisme komunikasi emosional yang khas.
“Dalam masyarakat Sunda, pundung sering dianggap sebagai cara seseorang menyampaikan ketidaksenangannya tanpa harus mengungkapkan secara langsung. Ini adalah bentuk komunikasi yang halus, di mana seseorang berharap orang lain memahami perasaannya tanpa harus berkata secara eksplisit,” ujar Asep.
Dalam penggunaannya, pundung sering kali terjadi dalam hubungan sosial yang akrab, seperti dalam keluarga, pertemanan, atau bahkan hubungan asmara. Misalnya, seseorang bisa pundung karena merasa diabaikan, tidak dihargai, atau karena kata-kata seseorang yang dianggap menyinggung perasaannya.
Fenomena pundung tidak hanya sekadar ekspresi emosional, tetapi juga mencerminkan karakteristik masyarakat Sunda yang menjunjung tinggi kesantunan dan harmoni sosial. Asep menjelaskan bahwa pundung dapat dipahami sebagai cara masyarakat Sunda menjaga keseimbangan hubungan interpersonal.
“Masyarakat Sunda memiliki budaya komunikasi yang tidak konfrontatif. Mereka lebih memilih menyampaikan ketidakpuasan secara implisit, dengan harapan pihak lain akan menyadarinya dan memperbaiki sikap tanpa harus terjadi konflik terbuka,” kata Asep.
Dalam filosofi Sunda, pundung juga bisa menjadi alat introspeksi. Ketika seseorang mengalami pundung, itu bisa menjadi momen untuk merenungkan apa yang sebenarnya terjadi—apakah perasaan tersinggung itu beralasan atau hanya karena harapan yang tidak realistis.
Namun, ada pula sisi negatif dari pundung jika dibiarkan berlarut-larut. Jika seseorang terlalu sering pundung tanpa mengomunikasikan perasaannya secara langsung, hal itu bisa menimbulkan kesalahpahaman dan merenggangkan hubungan.
Asep memberikan pandangan bahwa dalam kehidupan modern, pemahaman tentang pundung harus disertai dengan keterampilan komunikasi yang lebih terbuka dan asertif.
“Pundung bisa menjadi bagian dari dinamika hubungan, tetapi jangan sampai menjadi penghalang komunikasi. Jika merasa tersinggung atau kecewa, sebaiknya komunikasikan secara baik-baik agar tidak ada kesalahpahaman,” ujarnya.